Halaman

13/11/13

Anak Ajaib

Isabell Alika Putri | 16.22 |

IN-DO-NE-SIA dijajah Belanda sekian abad dan dijajah Jepang. Masyarakat bak kuli yang diperlakukan secara keji, namun semua berakhir ketika Jepang mendirikan sekolah-sekolah dan mendidik rakyat Indonesia untuk mengusir penjajah lainnya yang akan datang. Setelah mendapat ilmu dari sekolah yang dibangun Jepang dan setelah berhasil membantu Jepang mengusir bangsa lain yang ingin menjajah Indonesia, kali ini giliran Jepang yang kita usir. Apa sebab kita bisa mengusir Jepang..? Maka saya jawab dengan tegas, PENDIDIKAN.

Indonesia memang sudah berhasil bangkit dari keterpurukan yang pernah dialami enam puluh delapan tahun yang lalu. Beberapa sektor sudah bisa dikembangkan secara perlahan-lahan oleh Indonesia  Bahkan kita tidak mungkin dapat menghitung berapa perbedaan pemasukan Indonesia saat ini dengan saat baru merdeka. Kalaupun kita mencoba menebak-nebak angka pertumbuhan devisanya ,sudah pasti didapat angka 10 ,20,30 kali lipat atau bahkan beratus-ratus kalii lipat dari zaman penjajahan.

Pada sektor  teknologi ,Indonesia sudah cukup dikatakan mapan. Pada sektor budaya ,Indonesia  punya beragam karya. Pada sektor pertahanan ,Indonesia sudah sedikit lebih canggih. Termasuk berkembangnya prestasi anak bangsa dan sektor-sektor lainnya. Lalu bagaimana dengan sektor pemerintahan dan pendidikannya..?


Terjadi pro dan kontra memang apabila kita berbicara tentang pemerintahan dan pendidikan di Indonesia. Semua masyarakat pun berselisih paham bahwa pemerintah kita saat ini jauh dari yang diharapkan atau dicita-citakan. Berkembangnya sektor pemerintahan bukan pada hal yang baik , justru lebih kearah yang menghawatirkan

Kasus demi kasus menimpa pemerintahan Indonesia secara berbelit-belit. Berkembangknya teroris ,begitupun kasus korupsi yang turut berkembang dan masih banyak lagi kasus yang negatif sedang dihadapi Indonesia. Sayangnya perkembangan-perkembangan tersebut tidak berbanding lurus dengan berkembangnya hukum di Indonesia menjadi semakin kuat.  

Sementara pendidikan Indonesia yang katanya diberikan dana paling besar dari pemerintah juga sudah berkembang. Prestasi anak bangsa mulai banyak diketahui oleh dunia. Akan tetapi ,pelajar Indonesia juga seringkali menitikberatkan lebih pada nilai daripada karakter. Secara tanggap ,pemerintah mengubah kurikulum berbasis “Pendidikan Karakter”. Namun aksi tanggap terhadap tingkah laku pelajar Indonesia rasanya terlalu lamban karena baru dimulai pada tahun ajaran 2013/2014.

Aksi tanggap pemerintah ternyata sudah didahului oleh seorang anak belia sesusia SMP. Apa yang dia lakukan ? Anak tersebut sengaja menghadiri rutinitas akhir tahun pelajaran yang diselenggarakan pemerintah setiap bulan April, Ujian Nasional. Dia mengikuti UN tidak hanya di satu sekolah, akan tetapi menggembara ke beberapa sekolah, pastinnya ikut serta mengerjakan soal UN yang diberikan pemerintah.

Akan tetapi  ada satu hal yang menarik dari anak tersebut. Dia bukan hanya mengerjakan soal UN namun dia juga mengadakan sebuah penelitian. 

Lantas apa data yang dia dapatkan dari aksi menggembarannya itu ? Dia memperoleh data yang mengejutkan sekaligus menghawatirkan. Jadi, aksi menjelajah ke beberapa sekolah itu untuk menghitung berapa siswa yang jujur dalam mengerjakan Ujian Nasional. Ternyata data yang diperoleh adalah banyak siswa yang lebih mengandalkan teman atau apapun daripada dirinya sendiri.  

Data yang dia peroleh, lantas dibuat surat pemberitahuan kepada pemerintah pusat untuk dijadikan gambaran mengenai kondisi pendidikan kita saat ini. Namun, tetap saja tradisi mencontek tetap berjalan karena pemerintahan diam akan penelitian yang dilakukan anak ajaib itu. 

“Jika orang Indonesia kuliah di luar negeri maka ia bisa melaluinnya dengan lancar tanpa perlu susah payah. Nah..kalau orang Indonesia kuliah di negaranya sendiri..?” Bapak Kirwanto, Guru Bahasa Indonesia saya kelas X, berujar.

Pendidikan di Indonesia, sejatinnya sudah terencana sangat baik, tidak kalah dari negara luar, disiplin pula. Kalau berangkat sekolah terlambat beberapa menit, pintu gerbang sudah rapat terkunci, baru dibuka jika pihak sekolah sudah mengizinkan. Padahal di luar negeri, sekolah baru buka sekitar pukul 09:00 WIB.  

“Anak SMA kelas X sudah mendapat pelajaran yang semestinya baru mereka dapatkan ketika kuliah. Terlalu dini bagi mereka mempelajari seperti yang mereka pelajari saat ini. Ini bukan pelajaran anak SMA tapi pelajaran anak Kuliah.” Bapak Kirwanto melanjutkan.

Jika kita bandingkan dengan materi anak sekolahan zaman sekarang, maka sejatinnya ucapan dari guru saya adalah benar. Buku pelajaran kelas 1 SD sudah dimuat sisipan soal UN kelas 6. Buku pelajaran kelas 1 SMP sudah dimuat sisipan materi UN kelas 3 SMP. Buku materi kelas 10 SMA ada juga sisipan materi UN kelas 3 SMA termasuk soal-soal masuk perguruan tinggi. Waraskah..??? seharusnya tidak waras.

Memang ide yang sangat cemerlang karena dengan dimuatnya materi soal UN di semua tingkat kelas dapat dijadikan pelatihan dan pengembangan kemampuan anak dalam berfikir. Namun, jauh pemikiran yang lebih cemerlang lagi apabila soal UN diberikan hanya kepada siswa yang akan menghadapi UN, bukan adik-adiknya. Toh, setiap tahun soal UN selalu berbeda, ditambah-tambahkan bahkan diperumit. Awalnya, hanya 1 paket, kemudian menjadi 5 paket dan sekarang sudah 20 paket.

Lalu apa pula yang membuat pemerintah mengubah sistem pendidikan di negri ini dengan “Pendidikan Karakter..?  Apa pula yang menyebabkan pemerintah merubah jumlah paket soal di setiap kelas yang awalnya hanya 1 menjadi 20 paket. Padahal dalam ruang UN, ruang yang juga merupakan tempat uji mental itu ditempati oleh 20 siswa..? Kecurigaan...? 

Jika memang benar alasan pemerintah membuat 20 paket soal karena alasan kecurangan, maka sejatinnya pemerintah salah mencerna. Lantas peserta didik terdahulu yang saat UN menggunakan sistem 1 paket dan 5 paket berlaku curang..? Belum tentu.  Apakah pemerintah dapa memastikan bahwa siswa yang mengenakan sistem 20 paket berlaku jujur..? Belum tentu juga.

Di dunia ini ada 3 hal yang paling sulit dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Pertama..Orang tua membesarkan anaknya, Kedua adala memberi anak pendidikan untuk meraih masa depan yang cerah, kemudian ketiga ialah menikahkan anaknya ketika dewasa. (Tolong koreksi jika saya salah).

Mendidik termasuk salah satu dari 3 perkara yang paling sukar dilakukan, akan tetapi itu wajib hukumnya bagi orang tua. Dalah hal ini pemerintah juga wajib membantu warganya, termasuk membantu pelajarnya, karena tidak semua orang mampu melakukannya. Tentulah untuk melakukan 3 hal di atas butuh kesadaran, biaya dan pengorbanan yang tidak sedikit.Kalau pada akhirnya generasi pelajar dicurigai kemampuannya oleh negara, bagaima negara mau mengirim pelajarnya ke negeri orang..?

Sayangnya langkah pemerintah mengubah jumlah paket soal di UN tahun 2012/2013 banyak menemui kesulitan. Macam-macam saja pemerintah berdalih. Mulai dari terlambatnya distribusi soal, paket soal yang salah masuk amplop cokelat ( Jelas, orang paketnya 20 ), sampai lembar jawab komputer yang rusak (sangat tipis).

Dalam hal ini, bukan hanya waktu mengerjakan UN yang ditahan, akan tetapi mental siswa juga sangat tertekan. Siswa harus mengatur ulang kondisi fisik dan mental kembali siap seperti sedia kala ( Iya lah...belajar 3 tahun ditentukan atau dipertruhkan hanya dalam waktu 4 hari). 

Luar biasa detektif usia SMP kita yang sempat memberi surat kepada pemerintah. Tanggapan pemerintah saja yang menambahkan jumlah paket sebenarnya juga baik. Namun, persiapan saja yang sangat memprihatinkan.

Pendidikan Indonesia harus mulai diperbaiki, dan apabila sudah baik memang perlu untuk terus dikembangkan. Akan tetapi UN bukanlah satu-satunya cara membuktikan kualitas anak bangsa, Ada atau tidaknya UN saya pikir bila memang sistemnya sudah baik, pastilah akan menghasilkan anak bangsa yang juga baik. Karena sesuatu yang baik akan menghasilkan yang baik pula dan sesuatu yang kurang baik akan menghasilkan yang juga kurang baik.