Tiba-tiba di pikiran para aktifis sepak
bola Indonesia terbesit sebuah ide yang sangat brilian nan cemerlang, Indonesia
mencalonkan diri sebagai tuan rumah
piala dunia 2022.
Wartawan beserta pemirsanya dan pencinta
sepakbola atau bahkan yang benci sepakbola ketika itu secara ramai-ramai
mengatakan ini hal yang hampir mustahil bahkan ada yang secara gamblang
mencibir tim nasionalnya sendiri. Bagaimana
mau menjadi tuan rumah, menjadi salah
satu peserta saja sampai saat ini hanya sekedar angan-angan belaka ?. Bagaimana
kualitas pemain mau disamakan dengan kualitas pemain di piala dunia, gaji saja
tidak dibayarkan ? Bagaimana mau bermain bola ‘dengan baik’, stadion saja tidak
tersebar merata di seluruh pelosok negeri, kalaupun ada , akan tetapi stadion
tersebut tidak layak untuk main bola ?
Saya rasa, boleh-boleh saja masyarakat bersikap
kritis terhadap sepakbola di negeri ini. Semua individu pasti membutuhkan
komentar-komentar yang terkadang terasa pedas demi kebaikan individu tersebut.
Masyarakat juga pasti paham betul, jikalau memang kondisi sepakbola di Indonesia
saat ini sedang kuarang sehat. Komentar pasti akan datang, disaat Tim Nasional
Indonesia bermain buruk ataupun bermain baik supaya kesebelasannya bisa lebih
baik lagi di lain kesempatan. Semoga
masyarakat yang berkomentar negatif terhadap sepakbola indonesia berniat untuk
memperbaiki sesuatu yang dipandang kurang baik bukan justru menjatuhkan mental
pejuang lapangan hijaunya sendiri.
Terlepas dari ide tersebut, tentulah
kita semua harus menciptakan kondisi sepakbola yang nyaman terlebih dahulu.
Bandingkan saja , saat ini masih sering terjadi perselisihan antar pendukung
klub. Hal ini tentu merugikan. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga
kerugian-kerugian fasilitas umum yang biasa menjadi sasaran ketikan mereka
melakukan aksi nekatnya. Jika secara fasilitas saja masih kebingungan,
bagaimana mewujudkan sebuah pemikiran fenomenal di atas dalam waktu yang
singkat ini ? Padahal tahun 2022 itu tidaklah lama untuk mempersiapkan segala
yang dibutuhkan dan dinilai layak secara internasional oleh FIFA untuk
pergelaran Piala Dunia..
Sudah seharusnya kita sadar bahwa
masalah demi masalah yang menimpa semua bagian dari sepakbola Indonesia,
termasuk organisasinya, timbul karena adanya patriotisme, nasionalisme,
profesionalisme, fanatisme, egoisme, dan me...me...me yang lain dari dalam diri
kta sendiri. Artinya, jika kita bisa menenggang, masalah ini tentu dapat diselesaikan
secara baik-baik. Tentulah akan lebih baik lagi jika me...me...me diatas
digunakan bukan untuk mementingkan kepentingan diri dan klub kecintaannya
masing-masing, akan tetapi lebih kepada tim berlogo garuda di dada, iya..demi
Tim Nasional Indenesia. Tetaplah pada prinsip seperti yang pernah ramai di
unggul-unggulkan di jejaring sosial “Seluruh pendukung klub lokal bersatu demi
Tim Nasional Indonesia”
Tidak lama lagi terselenggara perlehatan
akbar sepakbola yang mempertemukan seluruh tim terbaik dari berbagai penjuru
dunia . Momen yang pastinya ditunggu-tunggu oleh pencinta sepakbola dimanapun
mereka beada. Tempat pertempuran dalam
kaitannya adu kemampuan, adu strategi, adu keberuntungan, termasuk adu gengsi
para pesepakbola dan pendukungnya. Kesempatan
tersebut tidak lain dan tidak bukan
adalah ajang Piala Dunia.
Masyarakat ramai berbicara akan hal ini.
Memang, bukan waktu ini saja, saya yakin dalam perhelatan piala dunia
sebelum-sebelumnya juga dibarengi dengan sambutan yang tidak kalah luar
biasanya. Bisa juga dikatakan mereka semua berlomba-lomba menghadiri ke tempat
perhelatan tersebut untuk menonton secara langsung tim idolanya main. Hal
positif dapat kita petik dari sini, bahwa piala dunia bukan hanya sebuah
ajang pertarungan sepakbola yang sarat akan
gengsi, akan tetapi juga sebagai ajang pemersatu. Dimana, seluruh pencinta
sepakbola akan berkumpul rela berdesak-desakan bersama.
Timnas Indonesia kebanggan kita bersama
untuk kesekian kalinya gagal menuju piala dunia di Brazil setelah terakhir kalinya
pernah menjadi peserta pada tahun 1938 namun atas nama Hindia Belanda, artinya
kita harus kembali bersabar menunggu untuk mendukung Indonesia di Piala Dunia tahun 2018. Dengan demikian untuk
kesekian kalinya kita mau tidak mau hanya menjadi penonton.
“Di dunia ini semua dapat terjadi karena tidak ada
yang mustahil selagi kita berusaha dan berdoa.”
Bagaimanapun, cepat atau lambat, saya
yakin Indonesia akan menjadi peserta atau bahkan tuan rumah Piala Dunia.
Mungkin saja suatu saat nanti kualitas sepakbola kita makin membaik dan
didukung oleh sarana dan prasarana yang menjanjikan. Hanya saja untuk
mewujudkan mimpi tersebut, kita harus melakukan persiapan yang tidak
asal-asalan. Tidak sekedar mencari simpati masyarakat disaat-saat kurang
kondusifnya sepakbola kita. Semoga keinginan besar dapat menjadi angin segar
bagi sepakbola di negeri ini sehingga kita tidak sekedar meramaikan piala dunia
sebagai ‘penonton’ tim nasional negara lain. Akan tetapi kita turut mendukunng
tim nasional kita berlaga disana.
SELESAI...