Halaman

26/11/13

Kita adalah ‘Penonton’ Piala Dunia ?

Isabell Alika Putri | 15.53 |

Tiba-tiba di pikiran para aktifis sepak bola Indonesia terbesit sebuah ide yang sangat brilian nan cemerlang, Indonesia mencalonkan diri  sebagai tuan rumah piala dunia 2022. 

Wartawan beserta pemirsanya dan pencinta sepakbola atau bahkan yang benci sepakbola ketika itu secara ramai-ramai mengatakan ini hal yang hampir mustahil bahkan ada yang secara gamblang mencibir tim nasionalnya sendiri.  Bagaimana mau menjadi tuan rumah,  menjadi salah satu peserta saja sampai saat ini hanya sekedar angan-angan belaka ?. Bagaimana kualitas pemain mau disamakan dengan kualitas pemain di piala dunia, gaji saja tidak dibayarkan ? Bagaimana mau bermain bola ‘dengan baik’, stadion saja tidak tersebar merata di seluruh pelosok negeri, kalaupun ada , akan tetapi stadion tersebut tidak layak untuk main bola ? 

Saya rasa, boleh-boleh saja masyarakat bersikap kritis terhadap sepakbola di negeri ini. Semua individu pasti membutuhkan komentar-komentar yang terkadang terasa pedas demi kebaikan individu tersebut. Masyarakat juga pasti paham betul, jikalau memang kondisi sepakbola di Indonesia saat ini sedang kuarang sehat. Komentar pasti akan datang, disaat Tim Nasional Indonesia bermain buruk ataupun bermain baik supaya kesebelasannya bisa lebih baik lagi di lain kesempatan.  Semoga masyarakat yang berkomentar negatif terhadap sepakbola indonesia berniat untuk memperbaiki sesuatu yang dipandang kurang baik bukan justru menjatuhkan mental pejuang lapangan hijaunya sendiri.

Terlepas dari ide tersebut, tentulah kita semua harus menciptakan kondisi sepakbola yang nyaman terlebih dahulu. Bandingkan saja , saat ini masih sering terjadi perselisihan antar pendukung klub. Hal ini tentu merugikan. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga kerugian-kerugian fasilitas umum yang biasa menjadi sasaran ketikan mereka melakukan aksi nekatnya. Jika secara fasilitas saja masih kebingungan, bagaimana mewujudkan sebuah pemikiran fenomenal di atas dalam waktu yang singkat ini ? Padahal tahun 2022 itu tidaklah lama untuk mempersiapkan segala yang dibutuhkan dan dinilai layak secara internasional oleh FIFA untuk pergelaran Piala Dunia..

Sudah seharusnya kita sadar bahwa masalah demi masalah yang menimpa semua bagian dari sepakbola Indonesia, termasuk organisasinya, timbul karena adanya patriotisme, nasionalisme, profesionalisme, fanatisme, egoisme, dan me...me...me yang lain dari dalam diri kta sendiri. Artinya, jika kita bisa menenggang, masalah ini tentu dapat diselesaikan secara baik-baik. Tentulah akan lebih baik lagi jika me...me...me diatas digunakan bukan untuk mementingkan kepentingan diri dan klub kecintaannya masing-masing, akan tetapi lebih kepada tim berlogo garuda di dada, iya..demi Tim Nasional Indenesia. Tetaplah pada prinsip seperti yang pernah ramai di unggul-unggulkan di jejaring sosial “Seluruh pendukung klub lokal bersatu demi Tim Nasional Indonesia”

Tidak lama lagi terselenggara perlehatan akbar sepakbola yang mempertemukan seluruh tim terbaik dari berbagai penjuru dunia . Momen yang pastinya ditunggu-tunggu oleh pencinta sepakbola dimanapun mereka beada.  Tempat pertempuran dalam kaitannya adu kemampuan, adu strategi, adu keberuntungan, termasuk adu gengsi para pesepakbola dan pendukungnya.  Kesempatan  tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah ajang Piala Dunia.

Masyarakat ramai berbicara akan hal ini. Memang, bukan waktu ini saja, saya yakin dalam perhelatan piala dunia sebelum-sebelumnya juga dibarengi dengan sambutan yang tidak kalah luar biasanya. Bisa juga dikatakan mereka semua berlomba-lomba menghadiri ke tempat perhelatan tersebut untuk menonton secara langsung tim idolanya main. Hal positif dapat kita petik dari sini, bahwa piala dunia bukan hanya sebuah ajang  pertarungan sepakbola yang sarat akan gengsi, akan tetapi juga sebagai ajang pemersatu. Dimana, seluruh pencinta sepakbola akan berkumpul rela berdesak-desakan bersama.   

Timnas Indonesia kebanggan kita bersama untuk kesekian kalinya gagal menuju piala dunia di Brazil setelah terakhir kalinya pernah menjadi peserta pada tahun 1938 namun atas nama Hindia Belanda, artinya kita harus kembali bersabar menunggu untuk mendukung Indonesia  di Piala Dunia tahun 2018. Dengan demikian untuk kesekian kalinya kita mau tidak mau hanya menjadi penonton. 

“Di dunia ini semua dapat terjadi karena tidak ada yang mustahil selagi kita berusaha dan berdoa.” 

Bagaimanapun, cepat atau lambat, saya yakin Indonesia akan menjadi peserta atau bahkan tuan rumah Piala Dunia. Mungkin saja suatu saat nanti kualitas sepakbola kita makin membaik dan didukung oleh sarana dan prasarana yang menjanjikan. Hanya saja untuk mewujudkan mimpi tersebut, kita harus melakukan persiapan yang tidak asal-asalan. Tidak sekedar mencari simpati masyarakat disaat-saat kurang kondusifnya sepakbola kita. Semoga keinginan besar dapat menjadi angin segar bagi sepakbola di negeri ini sehingga kita tidak sekedar meramaikan piala dunia sebagai ‘penonton’ tim nasional negara lain. Akan tetapi kita turut mendukunng tim nasional kita berlaga disana.

SELESAI...