Saya akan ilustrasikan apa yang akan saya bahas di
artikel ini kedalam beberapa paragraf yang diantaranya adalah pengalaman
pribadi saya berikut ini :
Ketika kelas
IX, les sekolah adalah kegiatan yang amatlah wajar, karena itu bagian dari
pelatihan sebelum kita menghadapi Ujian Nasional. Tidak hanya siswa kelas IX sebenarnya, siswa
kelas VI dan XII di setiap sekolah pasti juga mengalaminya sebelum berhadapan
dengan ujian nasional. Belum lagi ditambah kegiatan-kegiatan spiritual sebagai
pedoman bagi mereka agar UN lancar. Tentulah masing-masing sekolah melakukan
serta memperjuangkan itu semua, karena sekolah tahu bahwa lembaganya tidak
sendiri menuntun siswanya supaya sukses. Namun ada jutaan sekolah melakukan hal
yang sama. Sebab itulah tersaji kompetisi dalam dunia pendidikan. Memang, tidak
di Indonesia saja terjadi, di mancanegara pun pasti ada kompetisi seperti di
atas. Tidak sedikit yang sukses UN karena perjuangan les tersebut. Apa
kesimpulan yang bisa kita ambil ? Semua di awal sudah pasti pahit, telan saja.
Anggap itu jamu bagi kita.-Syamsir Alam
Dalam lingkup yang lebih luas pendidikan di
Indonesia, kalau kita pelajari dan mau mengkaji lebih dalam sungguh akan sangat
sulit. Dimana di awal kita selalu disajikan sebuah gagasan dalam arti luas yang
kemudian diperdalam dan diperdalam lagi. Ringkasnya, ilmu yang kita pelajari
itu seperti pohon yang bercabang-cabang. Perlu dingat juga bahwa pohonnya tidak
hanya satu, akan tetapi banyak dan sangat beragam. Ditambah lagi semakin dewasa
usia, kita akan menjumpai pohon-pohon
yang lebih besar dan lebih rimbun. Jika
pohon yang bercabang-cabang tadi adalah mata pelajaran negeri ini, maka kita
butuh anugrah dari Tuhan untuk menguasai semuanya. Mengapa...? karena hampir
mustahil manusia mampu cerdas dalam segala hal, kalaupun bisa itu anugrah.
Masih kurang cukup, butuh waktu untuk mempelajari
pelajar di negeri ini. Namun, tetap tidak mungkin apabila manusia yang dapat
anugrah itu tadi fokus selama 24 jam. Bisa G...I....L....A.... Bagaimana mungkin ada manusia bisa fokus
seharian, kalaupun ada itu calon orang gila. Setuju....? Saya pribadi setuju,
toh ada seorang yang pernah berujar bahwa : “Terkadang manusia harus gila,
untuk bisa menjadi sukses” – Dedy Corbuzier.
Lalu, apa pelajaran yang bisa kita petik dari kutipan di atas...? Bukan
orangnya yang gila tetapi semangat dan kerja kerasnya yang gila. Tapi nanti
dulu, kita harus sama-sama menyadari bahwa orang gila juga manusia. Seperti
yang kita ketahui bersama bahwa orang gila juga diberikan akal, namun kurang
berfungsi dengan baik. Orang gila juga manusia biasa yang punya hati dan
perasaan. Sikapnya saja yang tidak biasa dari orang kebanyakan. Bila kita mau
mencermati sisi positif dari orang gila ada sebuah bukti kalau memang orang
gila juga punya akal pikirank, yaitu dia berjalan di pinggir jalan bukan tengah
jalan.
Mencoba hal baru yang belum pernah dilaukan atau
mencoba hal yang orang lain anggap tidak mungkin dilakukan oleh kita mungkin
bisa dikatakan itu adalah perbuatan yang gila, buang-buang waktu, dan
sebagainya. Akan tetapi apa kita akan mengetahui hasilnya jika kita tidak
mencoba hal yang gila tadi ? Tidak.
Saya pernah ditugaskan oleh guru bahasa indonesia,
Bapak Herman Windiatmoko. Beliau menugaskan saya dan teman-teman untuk mencari
tokoh idola dengan biografinya, pengalaman hidupnya dan prestasi beserta
kegagalan-kegagalannya. Pikiran saya langsung terlintas pada Bung Karno sebagai
sosok idola bangsa Indonesia. Akan tetapi, tokoh tersebut sudah diambil rekan,
pada akhirnya saya mencari tokoh yang pernah mengelilingi dunia hanya ke satu
arah dan kembali lagi ke tempat yang sama tanpa putar balik. Tapi saya tidak
mengambil salah satu dari kedua tokoh tersebut karena saya tidak tahu menahu
sejarahnya dan arsip di internet juga langka. Mendekati waktu pengumpulan
tugas, saya teringat dengan sebuah status Bu Titi Purwantu, guru SMP saya.
Beliau pernah mempublikasikan di akun facebooknya tentang perjalanan sukses
Soichiro Honda, pendiri perusahaan honda.
Soichir Honda adalah seorang anak yang mempunyai
kegemaran pada hal otomotif, dimana mata pelajaran otomotiflah yang paling
cepat meresap di otaknya.Akan tetapi dia tidak hanya sekedar paham pelajaran
tersebut, namun juga mengaplikasikan ke kehidupannya. Bahkan sekolah dan kuliah
sering ditinggalkannya karena sibuk mengotak-atik barang-barang bekas untuk
dijadikan sebuah karya. Pendidikan otomotif yang belum begitu banyak membuat
dia mencari buku otomatif di sebuah perpustakaan di lokasi kerjanya, dia rajin
mempelajari buku itu hingga suatu ketika ia dapat menciptakan sepeda motor.
“Ketika Anda
mengalami kegagalan, mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru dan berusahalah
untuk merubah mimpi itu menjadi kenyataan.” – Soichiro Honda.
Demikianlah pesan dari Honda kepada kita semua. Dia pernah mengalami
kegagalan bahkan berkali-kali hingga membuatnya sempat jatuh sakit. Akan
tetapi, kegagalannya tidak serta merta membuat dirinya menyerah. Boleh saja
kondisi tubuh sakit namun jiwa dan mimpinya tidak pernah sakit. Dia bangkit,
hingga produknya saat ini merajai pasaran internasional, Sepeda Motor Honda.
Cerita tokoh tersebut adalah bagian dari semangat juang Honda yang membuat
saya beberapa hari ini menjadi lebih rajin daripada sebelumnya. Meskipun beliau
bukan warga Indonesia, tapi semangat juangnya sangat layak ditiru.
Seperti kisah hidup yang dialami Honda, di Indonesia, di kota Kebumen Jawa
Tengah lebih tepatnya ada seorang yang punya mimpi yang tidak kalah besarnya
dari Honda. Orang tersebut tidak sempurna bila menjadi atlet, terlalu berat
rasanya bila menjadi atlet karena kondisi fisik yang kurang ideal. Orang
tersebut juga sangat sangat sangat ingin menempati posisi puncak peringkat di
sekolahnya namun kapasitas otak di sekolahnya masih kalah dengan teman-temannya.
Siapakah orang tersebut, dia adalah Isabell Alika Putri, iya saya sendiri.
Bagaimana saya memperjuangakan keinginan-keinginan saya diatas, terutama
merebut peringkat yang baik ? Saya belajar dan gagal. Ketika saya menemui
kesulitan dalam belajar, apakah saya berhenti ? Tidak, saya mencoba memecahkan
soal yang saya anggap susah bersama-sama dengan teman saya. Dan akankah saya
berhenti, ketika nilai ulangan saya R.E.M.I.D.I. padahal saya sudah meluangkan
waktu untuk belajar ? Saya sempat melakukannya, putus asa.
“Ulangan
adalah saat dimana ketika kita menikmati hasil jerih payah kita selama mencoba
belajar.”
#Akan tetapi, bagaimana bila setelah kita menikmati
ulangan dan ketika hasil dibagikan nilai kita mengecewakan ?
#Apakah kita kurang berusaha ?
#Haruskah kita mengulangi bersusah payah belajar
untuk kembali menikmati ulangan “remidi” ?
#Apakah artinya kita belajar jika setelah belajar
kita tidak bisa mengeksekusi ulangan ?
#Bagaimana jika kondisi tersebut untuk kesekian
kalinya terjadi dan terjadi lagi ?
Tentu saja kita harus berusaha karena hasil yang
baik selalu didapat dari kerja keras dan kuasa-Nya lah yang menentukan. Waktu
yang kita gunakan untuk belajar tiadak akan sia-sia, belajar tidak ada ruginya,
kalaupun suatu saat kita terpaksa lupa materi pelajaran, saya kira untuk
memahami kembali materi yang lupa itu tidak akan sulit seperti pertama kali
kita belajar. Sekali lagi, belajar tidak ada ruginya.
BERSAMBUNG...