Halaman

13/02/14

Sia-sia ? Tidak

Isabell Alika Putri | 12.20 |

Saya akan ilustrasikan apa yang akan saya bahas di artikel ini kedalam beberapa paragraf yang diantaranya adalah pengalaman pribadi saya berikut ini :


Ketika  kelas IX, les sekolah adalah kegiatan yang amatlah wajar, karena itu bagian dari pelatihan sebelum kita menghadapi Ujian Nasional.  Tidak hanya siswa kelas IX sebenarnya, siswa kelas VI dan XII  di setiap sekolah  pasti juga mengalaminya sebelum berhadapan dengan ujian nasional. Belum lagi ditambah kegiatan-kegiatan spiritual sebagai pedoman bagi mereka agar UN lancar. Tentulah masing-masing sekolah melakukan serta memperjuangkan itu semua, karena sekolah tahu bahwa lembaganya tidak sendiri menuntun siswanya supaya sukses. Namun ada jutaan sekolah melakukan hal yang sama. Sebab itulah tersaji kompetisi dalam dunia pendidikan. Memang, tidak di Indonesia saja terjadi, di mancanegara pun pasti ada kompetisi seperti di atas. Tidak sedikit yang sukses UN karena perjuangan les tersebut. Apa kesimpulan yang bisa kita ambil ? Semua di awal sudah pasti pahit, telan saja. Anggap itu jamu bagi kita.-Syamsir Alam

Dalam lingkup yang lebih luas pendidikan di Indonesia, kalau kita pelajari dan mau mengkaji lebih dalam sungguh akan sangat sulit. Dimana di awal kita selalu disajikan sebuah gagasan dalam arti luas yang kemudian diperdalam dan diperdalam lagi. Ringkasnya, ilmu yang kita pelajari itu seperti pohon yang bercabang-cabang. Perlu dingat juga bahwa pohonnya tidak hanya satu, akan tetapi banyak dan sangat beragam. Ditambah lagi semakin dewasa usia, kita akan menjumpai  pohon-pohon yang lebih besar dan lebih rimbun.  Jika pohon yang bercabang-cabang tadi adalah mata pelajaran negeri ini, maka kita butuh anugrah dari Tuhan untuk menguasai semuanya. Mengapa...? karena hampir mustahil manusia mampu cerdas dalam segala hal, kalaupun bisa itu anugrah.

Masih kurang cukup, butuh waktu untuk mempelajari pelajar di negeri ini. Namun, tetap tidak mungkin apabila manusia yang dapat anugrah itu tadi fokus selama 24 jam. Bisa G...I....L....A....  Bagaimana mungkin ada manusia bisa fokus seharian, kalaupun ada itu calon orang gila. Setuju....? Saya pribadi setuju, toh ada seorang yang pernah berujar bahwa : “Terkadang manusia harus gila, untuk bisa menjadi sukses” – Dedy Corbuzier.  Lalu, apa pelajaran yang bisa kita petik dari kutipan di atas...? Bukan orangnya yang gila tetapi semangat dan kerja kerasnya yang gila. Tapi nanti dulu, kita harus sama-sama menyadari bahwa orang gila juga manusia. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa orang gila juga diberikan akal, namun kurang berfungsi dengan baik. Orang gila juga manusia biasa yang punya hati dan perasaan. Sikapnya saja yang tidak biasa dari orang kebanyakan. Bila kita mau mencermati sisi positif dari orang gila ada sebuah bukti kalau memang orang gila juga punya akal pikirank, yaitu dia berjalan di pinggir jalan bukan tengah jalan. 

Mencoba hal baru yang belum pernah dilaukan atau mencoba hal yang orang lain anggap tidak mungkin dilakukan oleh kita mungkin bisa dikatakan itu adalah perbuatan yang gila, buang-buang waktu, dan sebagainya. Akan tetapi apa kita akan mengetahui hasilnya jika kita tidak mencoba hal yang gila tadi ? Tidak.
Saya pernah ditugaskan oleh guru bahasa indonesia, Bapak Herman Windiatmoko. Beliau menugaskan saya dan teman-teman untuk mencari tokoh idola dengan biografinya, pengalaman hidupnya dan prestasi beserta kegagalan-kegagalannya. Pikiran saya langsung terlintas pada Bung Karno sebagai sosok idola bangsa Indonesia. Akan tetapi, tokoh tersebut sudah diambil rekan, pada akhirnya saya mencari tokoh yang pernah mengelilingi dunia hanya ke satu arah dan kembali lagi ke tempat yang sama tanpa putar balik. Tapi saya tidak mengambil salah satu dari kedua tokoh tersebut karena saya tidak tahu menahu sejarahnya dan arsip di internet juga langka. Mendekati waktu pengumpulan tugas, saya teringat dengan sebuah status Bu Titi Purwantu, guru SMP saya. Beliau pernah mempublikasikan di akun facebooknya tentang perjalanan sukses Soichiro Honda, pendiri perusahaan honda.

Soichir Honda adalah seorang anak yang mempunyai kegemaran pada hal otomotif, dimana mata pelajaran otomotiflah yang paling cepat meresap di otaknya.Akan tetapi dia tidak hanya sekedar paham pelajaran tersebut, namun juga mengaplikasikan ke kehidupannya. Bahkan sekolah dan kuliah sering ditinggalkannya karena sibuk mengotak-atik barang-barang bekas untuk dijadikan sebuah karya. Pendidikan otomotif yang belum begitu banyak membuat dia mencari buku otomatif di sebuah perpustakaan di lokasi kerjanya, dia rajin mempelajari buku itu hingga suatu ketika ia dapat menciptakan sepeda motor. 

Ketika Anda mengalami kegagalan, mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru dan berusahalah untuk merubah mimpi itu menjadi kenyataan.” – Soichiro Honda.

Demikianlah pesan dari Honda kepada kita semua. Dia pernah mengalami kegagalan bahkan berkali-kali hingga membuatnya sempat jatuh sakit. Akan tetapi, kegagalannya tidak serta merta membuat dirinya menyerah. Boleh saja kondisi tubuh sakit namun jiwa dan mimpinya tidak pernah sakit. Dia bangkit, hingga produknya saat ini merajai pasaran internasional, Sepeda Motor Honda.

Cerita tokoh tersebut adalah bagian dari semangat juang Honda yang membuat saya beberapa hari ini menjadi lebih rajin daripada sebelumnya. Meskipun beliau bukan warga Indonesia, tapi semangat juangnya sangat layak ditiru. 

Seperti kisah hidup yang dialami Honda, di Indonesia, di kota Kebumen Jawa Tengah lebih tepatnya ada seorang yang punya mimpi yang tidak kalah besarnya dari Honda. Orang tersebut tidak sempurna bila menjadi atlet, terlalu berat rasanya bila menjadi atlet karena kondisi fisik yang kurang ideal. Orang tersebut juga sangat sangat sangat ingin menempati posisi puncak peringkat di sekolahnya namun kapasitas otak di sekolahnya masih kalah dengan teman-temannya. Siapakah orang tersebut, dia adalah Isabell Alika Putri, iya saya sendiri.

Bagaimana saya memperjuangakan keinginan-keinginan saya diatas, terutama merebut peringkat yang baik ? Saya belajar dan gagal. Ketika saya menemui kesulitan dalam belajar, apakah saya berhenti ? Tidak, saya mencoba memecahkan soal yang saya anggap susah bersama-sama dengan teman saya. Dan akankah saya berhenti, ketika nilai ulangan saya R.E.M.I.D.I. padahal saya sudah meluangkan waktu untuk belajar ? Saya sempat melakukannya, putus asa.

“Ulangan adalah saat dimana ketika kita menikmati hasil jerih payah kita selama mencoba belajar.”

#Akan tetapi, bagaimana bila setelah kita menikmati ulangan dan ketika hasil dibagikan nilai kita mengecewakan ? 

#Apakah kita kurang berusaha ? 

#Haruskah kita mengulangi bersusah payah belajar untuk kembali menikmati ulangan “remidi” ? 

#Apakah artinya kita belajar jika setelah belajar kita tidak bisa mengeksekusi ulangan ? 

#Bagaimana jika kondisi tersebut untuk kesekian kalinya terjadi dan terjadi lagi ? 

Tentu saja kita harus berusaha karena hasil yang baik selalu didapat dari kerja keras dan kuasa-Nya lah yang menentukan. Waktu yang kita gunakan untuk belajar tiadak akan sia-sia, belajar tidak ada ruginya, kalaupun suatu saat kita terpaksa lupa materi pelajaran, saya kira untuk memahami kembali materi yang lupa itu tidak akan sulit seperti pertama kali kita belajar. Sekali lagi, belajar tidak ada ruginya.

BERSAMBUNG...