Indonesia merupakan sebuah negara luas di tenggara
benua Asia dimana orang-orang di dalamnya “seharusnya” punya bakat, bahkan anak
SD pun tahu akan hal itu. Akan tetapi anak SD dalam lingkup mana ...? pasti
mereka hanya di lingkup sekitar Asia saja, ya dalam lingkup Asia Tenggara.
Mungkin..!!!
Coba kita tanyakan pada anak SD di Afrika,
Australia, atau kalau mau kita tanya pada orang-orang Amerika dan Eropa dengan
pertanyaan sebagai berikut ; “Ada yang mengetahui negara Indonesia ?” Bersyukurlah apabila kita menjumpai jawaban
“Iya” dari orang-orang di luar sana. Itu harus, karena dahulu, dunia selalu
menutup mata pada Indonesia.
Ehem..Ehem..jangankan dahulu, zaman sekarang saja
masih tetap ada orang di luar sana yang menutup mata pada negara kita. Itu bagi yang tidak tahu negara Indonesia,
sementara negara lain yang sudah paham bahkan hafal betul seluk buluk banga
kita tanpa sungkan-sungkan menghina, merendahkan dan mencaci-maki. Walaupun
masih ada yang suka berkunjung ke tanah air untuk liburan karena kita
diuntungkan dengan keindahaan, kekayaan dan kesuburan tanahnya, termasuk
budayanya. Tak jarang juga diantara
mereka yang mempelajari kemudian meniru
budaya kita.
Kebangaan tersendiri bagi kita memiliki keadaan alam
seperti demikian, Indonesia setidaknya lebih dikenal oleh bangsa lain meskipun
di mata dunia kita belum banyak berbicara.
Akan tetapi, Indonesia tidak boleh lupa dengan jiwa-jiwa pembrontak
didalamnya. Siapa jiwa-jiwa tersebut ? Merekalah para pemuda/i.
Jiwa yang sedang membara, ingin mengerti, banyak
mengerti atau seolah-olah jadi jiwa yang
paling mengerti segala persoalan di
negaranya sendiri. Mereka adalah pribadi yang secara tidak langung turut serta
berunding mencoba mencari titik terang
dari masalah yang sekiranya tidak ada habisnya. Namun demikian, terkadang mereka sering berlibihan dalam menghadapi
masalah, pertikaianpun jadi pilihan. Cara lain dalam mencari solusi ternd orang
Indonesia, terutama pemuda itu sendiri adalah dengan demo.
Idealisme yang sedang tinggi membuat mereka kritis
dengan berbagai persoalan negerinya sendiri, mereka rela meluangkan waktunya
untuk mempelajari masalah bangsanya. Sebuah tindakan yang sebetulnya baik namun
terkadang ideal anak muda seringkali melampaui batas. Segala persoalan di
negaranya dikritisi dengan cara yang anarkis, seakan demonstrasi menjadi
satu-satunya jalan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Kalau melalui perundingan sudah tidak lagi didengar
oleh pemerintah, kicauan di twitter pun hanya dibaca dan kadang diabaikan, maka
sah-sah saja mereka melaukan demo untuk menegakkan keadilan di negara kita.
Boleh saja kita memperjuangkan pendirian kita masing-masing karena suatu ketika
pendirian diri sangat
dibutuhkan supaya kita tidak ikut terbawa arus yang
kurang sesuai.
“Untuk
mencapai kondisi senyaman-nyamannya, terkadang kita harus berlaku keras kepala
menuruti pendirian kita masing-masing.”
Bicara Indonesia tidak bisa hanya ditemani secangkir
kopi sampai habis kemudian selesai bicara. Tidak pula dengan bersantai di
tempat tidur menunggu mata terpejam. Tidak akan selesai. Jika kita ingin
berbincang-bincang dengan tema Indonesia beserta masalah-masalahnya yang kian
lama makin ruwet, maka siapkan kopi sebanyak-banyaknya, bahkan sampai
kembungpun tidak akan selesai.
Lihatlah sebuah acara debat yang mengambl tema
kenegaraan di stasiun televisi Indonesia. Jika boleh dirata-rata, mereka
menggunakan waktu lebih dari 2 jam untuk sampai di penujung acara. Nah, coba
perhatikan segala lmu yang ada di negeri tercinta ini, segala ilmu sosial, ilmu
ekonomi, ilmu politik dan lain sebagainya silih berganti menjadi perbincangan
di acara debat tersebut. Saya rasa waktu 2 jam pun belum cukup menyelesaikan
itu semua, sehingga kalo kita lebih cermat maka sejatinya acara itu tidak hanya
sekali, dua kali “On Air” melainkan
berkali-kali dalam sau minggu mengingat acara debat tida hanya disiarkan di
salah satu stasiun televisi saja, namun hampir semua stasiun televisi memilik
acara yang kira-kira tidak jauh berbeda.
Dalam kurun waktu kurang lebih dua jam, saya rasa
keputusan dari perdebatan itu masih belum final. Sementara Indonesia sendiri
tidak cukup satu masalah saja tiap harinya Satu masalah belum tuntas datang
kembali masalah berikutnya yang harus diselesaikan. Belum lagi di satu sisi ego
dari pihak-pihak tertentu terkadang sangat tinggi, namun di sisi lain ada pihak
yang plin-plan atau saya sebut kurang
tegas dalam menentukan kemana arah masalah ini dibawa. Sekali lagi, untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang ada dibutuhkan sebuah ketegasan dari hati
setiap orang, kita punya hak bicara di muka umum, di sistem pemerintahan
Indonesia ada kebebasan mengmukakakan pendapat serta pendirian kita.
Untuk mencapai sukses kita tidak seharusnya
bertindak gila, namun sayang orang-orang sukses adalah mereka-mereka yang
berlaku cukup gila pada jalan pikirnya. Terkesan aneh memang jika saya katakan
dibutuhkan keras kepala mempertahankan sebuah gagasan di pikiran kita namun
tidak ada salahnya bila kita mampu mengubah serta mengangkat harkat dan
martabat bangsa dengan jalan pikiran kita sendiri, dengan cara kita sendiri
tanpa harus plin-plan lagi.
SELESAI...