Pertama-tama saya ucapkan mohon maaf pada semua pihak apabila ada yang tersinggung bahkan marah setelah membaca tulisan ini. Saya hanya ingin menyampaikan pandangan saya terhadap slogan yang selama ini sering dikomersialan di banyak stasiun tv dengan bunyi SMK BISA.!!! tanpa ada keinginan untuk menjatuhkan pihak manapun.
Populasi penduduk Indonesia semakin banyak saja tiap
harinya. Hal ini akan menjadi amat riskan bila pertumbuhan penduduk tidak
seimbang dengan pembangunan negara. Salah
satu penentu pembamgunan negara di mata dunia adalah melalui sumber daya
manusia. Kualias sumer daya manusia akan semakin baik apabila manusianya
mendapat pendidikan yang tinggi. Dalam kelanjutannya manusia yang sudah
berpendidikan tinggi akan mudah mendapat pekerjaan. Tahapan-tahapan dalam
memperoleh pekerjaan tentunya akan melalui tahapan SMA/SMK yang mana keduanya
berada dalam level yang sama akan tetapi dengan banyak perbedaan.
Sebagai siswa SMP tentunya ingin melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi, baik SMA ataupun SMK tergantung siswa ingin langsung
bekerja atau melanjutkan kuliah dahulu. Biasanya siswa cenderung memilih sekolah
dengan batasan kondisi ekonomi keluarga. Bahkan tidak jarang siswa dipaksa
sekolah karena tuntutan ekonomi bukan karena keinginannya sendiri. Hal ini
tentu berbahaya bagi siswa yang belum mendapat informasi yang cukup tentang
sekolah tujuannya karena biyaya sudah menungggu mereka di tahun pelaaran baru.
Kejadian tersebut sepertinya sudah sering dialami oleh siswa di negeri ini.
Mahalnya pendidikan Indonesia yang berbanding
terbalik dengan kualitasnya membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap
sekolah-sekolah yang ada. Memanfaatkan teknologi yang semakin maju sekolah
mendapat tempat untuk ajang mempromosikan nama baiknya, mereka berusaha tampil
sebaik mungkin di hadapan media dan memamerkan slogannya masing-masing,
walaupun mungkin ketika sampai disana para orang tua akan dipungut biyaya yang
cukup membuat mereka kesal.
Pemerintah tidak kalah sibuk mencari cara supaya
anak bangsa terus menimba ilmu, pastinya dengan menyalurkan anggaran terbesar
pada pendidikan sehingga orang tua dan siswa tidak perlu pusing-pusing membayar.
Salah satu usaha pemerintah supaya pendidikan berhasil dijadikan alat membangun
bangsa adalah dengan langsung mempekerjakan siswa sedini mungkin ketika lulus
sekolah. Rasanya memang bagus supaya siswa tdak diam berpangku tangan terlalu
lama oleh orang tua dan bangsanya namun bergerak membantu menaikan pendapatan
per kapita penduduk yang juga menaikan harkat dan martabat bangsa secara otomatis.
Cara tersebut rupaya mendapat dukungan dari orang tua siswa yang secara
besar-besaran menyambut sebuah slogan “SMK BISA” serta berbondong-bondong
mendaftarkan anaknya ke SMK.
Dapat kita telaah bersama bagaimana kondisi
pendidikan di Indonesia terutama jenjang SMK. Kemunculan slogan SMK BISA
lama-kelamaan berakibat dengan sepinya peminat SMA. Oleh karena itu dapat
dipastikan jumlah SMK pun akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya
jumlah peminat. Slogan tersebut
seolah-olah sudah paling pas dierapkan di negeri haus penghasilan
seperti Indonesia.
Memang SMK sudah mengarahkan langsung ke bakat dan
minat siswa. Seperti yang saya tulis di artikel “Peran Support Dalam Hidup Saya”
yang kurang lebih membahas sebuah hobi
menjadi sia-sia sebab tidak dilatih karena kurangnya dukungan dari pemerintah.
Sekarang saya baru mendapat jawaban dari
penantian saya terhadap aksi pemerintah yang peduli akan hobi anak
bangsa, yaitu dengan menjadikan SMK dengan bermacam-macam bidang keahlian
sehingga siswa dapat mengembangkan hobi langsung didalamnya sekaligus diarahkan
ke pekerjaan.
Aksi tersebut mendapat sambutan yang baik memang,
akan tetapi pokok persoalan belum sepenuhnya selesai. Mungkinkah siswa lulusan SMK yang
kurang lebih masih selevel dengan SMA
lebih mudah mendapat pekerjaan ? Mungkin benar, akan
tetapi apakah pemerintah sudah siap dengan lahan pekerjaan untuk menampung
siswa siap kerja lulusan SMK yang dijanjikan mendapat pekerjaan lebih mudah ?
Saya rasa belum.
Diperlukan pemikiran jangka panjang mengingat slogan
yang telah dibuat “SMK BISA” menjadikan
jumlah siswa yang mendaftar terus meningkat taip tahunnya. Sebuah pemikiran
yang tidak hanya berorientasi pada bagaimana agar SMK tidak kehilangan peminat,
akan tetapi juga pemikiran bagaimana masa depan siswa lulusan SMK. Pemerintah
harus kembali berfikir dimana mereka bekerja sementara lahan pekerjaan kurang.
Kalau sudah begini maka bukan hal yang mustahil kalau justru pengangguranlah
yang semakin meningkat, anggaran yang makin berkurang sebab di SMK mereka
diajarkan bagimana mendapatkan pekerjaan dan pastinya keuntungan secepat
mungkin, bukan sebaik mungkin. Saya teringat dengan salah satu kalimat guru
ekonomi saya bernama Bapak Isman Sawabi :
“Bekerja
itu harus melupakan Agama dan PKn, yang
kita pikirkan adalah bagaimana agar keuntungan kita peroleh sebanyak-banyaknya
kalau bisa secepatnya, tidak peduli dengan kualitas, yang penting perut anak
istrie kenyang.”
Kalau yang diinginkan pemerintah adalah menaikan
harkat dan martabat negara melalui keringat siswa akan pendapatannya saya kira
sah-sah saja. Namun akan lebih baik lagi bila pemerintah menginginkan
peningkatan mutu serta kualitas dari pendidikan itu sendiri.
APBN negara yang dihabiskan untuk pendidikan belum
sepenuhnya menjamin kualitas pendidikan. Kita tahu, Pendidikan Indonesia (2014)
berada di peringkat 69. Hasil yang tentu buruk mengingat APBN cukup banyak
dipakai. SMK adalah usaha pemerintah
menghasilkan generasi pekerja sedini mungkin yang tentu menambah pendapatan per
kapita sehingga dana APBN yang sudah dipakai cepat kembali .
Wacana yang menurut saya menggelikan adalah siswa
SMK akan dikirim ke luar negeri.Sebuah ide yang sangat aneh karena di negeri
sendiri saja, banyak siswa SMK tidak dipercaya apalagi di negeri orang. Justru
mungkin kita akan ditertawakan, sarjana saja sulit mendapat pekerjaan di luar
apalagi hanya lulusan SMK.
Memang siswa SMK dapat melanjutkan kuliah seperti halnya siswa SMA. Mereka akan lebih terarah karena tinggal meneruskan jurusan yang sudah ditekuninya. Lain halnya dengan siswa SMA yang mungkin masih meraba-raba kemana mereka setelah lulus. Bahkan diantara mereka ketika kelas XII masih tidak tahu bakat dan keahliannya.
Maka dari itu, mengingat Ujian Nasional SMP telah
berlangsung. Saya kira adek-adek SMP tidak seharusnya bergantung pada kondisi
ekonomi orang tua yang mengharuskan adek lekas bekerja. Ingatlah bahwa mutu dan
kualitas tetap harus dijadikan tolak ukur keberhasilan adek dalam bekerja.
.SELESAI