Halaman

05/06/17

Awal yang Indah

Isabell Alika Putri | 22.47 |
Berangkat dari sebuah rasa yang saya sendiri tidak menginginkannya. Saya  hanya berpikir bahwa sebenar-benarnya diri saya ialah pribadi yang menginginkan hubungan baik. Mungkin, kalo boleh mengutip potongan drama di Film , saya punya kemampuan independen untuk membuat diri sendiri merasa nyaman. Poin pentingnya ialah, selama yang aku lakukan positif dan aku sendiri nyaman melakukannya, maka akan aku lakukan.


Tulisan pertama saya ialah tentang kebanggaan kita semua pada Tim Nasional Indonesia U-19. Bahkan mungkin, rasa haru masih terasa hingga saat ini. Jadi, saya mengawali publikasi artikel dengan cerita bahagia. Kemudian, rasa candu saya pada tulisan, membuat artikel terus terbit. Sejauh yang saya ingat, lima postingan awal bercerita tentang kebahagiaan, salah satu ialah tentang study tour dan kemudian tumpahan tangis bahagia saat lulus sekolah menengah pertama. Selayaknya, sandiwara dunia menyimpan sejuta misteri,adalah hal wajar jika saya sempat kecewa dengan diri sendiri dan mencurahkannya di sana. Akan tetapi, saya menanggapi sebuah problematika itu dengan semangat kebangkitan. Nah, paragraph selanjutnya ialah cerita bahagia, karena saya tidak ingin menghabiskan masa muda dengan kesedihan.

Tertanggal 29 Mei 2017, saya kembali membuka Microsoft word untuk berbagi cerita. Waktu itu, saya sangat antusias menuliskannya. Tema artikel yang ditulis di kala senja itu, ialah kesan yang di dapat setelah saya mengikuti seminar dari Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Manajemen. Malam ini, saya teringat ada beberapa hal mengganjal, karena tidak sama sekali terlintas di benak salah satu pertanyaan penting yang sudah lama menjadi keheranan saya pribadi. Pertanyaan itu terkait bagaimana opini anak muda berbentuk artikel, bahkan buku, seringkali kurang dihargai. Namun, sekali lagi, artikel kali ini bukanlah sebuah bentuk protes dan amarah, saya menanggapi ini sebagai sebuah semangat baru untuk menjadi pribadi yang makin mengerti nilai-nilai kebenaran.

Sebelum lebih jauh, menanggapi sebuah kritik negatif karya anak muda. Beberapa waktu lalu, saya tidak sengaja sampai pada sebuah link yang mengantarkan saya ke sebuah website indoProgres. Halaman tersebut ialah wadah semua kalangan menyampaikan alternative solusi terkait problematika sosial, politik, ekonomi dan semacamnya. Tidak sengaja pula, singgahlah saya di salah satu artikel karya anak muda bercerita tentang pengetahuan politik ekoominya. Sebagai pribadi, yang tidak mengerti bidang tersebut, tentunya saya mendapat banyak ilmu dari sana. Postingan dia bukanlah postingan asal jadi. Banyak data dan konsep ekonomi yang hanya orang yang mau belajarlah yang akan memahaminya. Akan tetapi, sesampainya saya di akhir bacaan, terdapat sebuah komentar yang menyinggung betapa penulis terlalu dini beropini bidang tersebut (komentar saya perhalus).

Masih dalam kebahagiaan. Masa lalu, yang menyenangkan berkesempatan belajar yang mungkin tidak semua orang pernah merasakannya. Kesempatan yang sedari dulu hanyalah sebuah angan-angan yang saya sendiri tidak percaya terpenuhi secepat itu. Pengalaman yang hingga saat ini saya syukuri. Kalau ditanya mengapa saya sangat bersyukur, mungkin karena hal ini menimbulkan kecemburuan, bahkan oleh orang yang tidak saya kenal sekalipun. Saya tidak ingin panjang lebar terkait masa lalu ini, yang pasti bentuk kecemburuan dari banyak pihak adalah bahasa lain dari tindakan negatif yang saya sendiri hanya terkadang senyum tertawa mengingatya. Pun, tidaklah etis saya bercerita gamblang dengan tindakan orang lain, sekalipun saya tidak mencantumkan identitasnya. Namun yang pasti, saya tersenyum karena kalian.

Nah, dua paragraph di atas, walau secara tersiat ialah gambaran bagaimana segala hal yang dilakukan anak muda, baik beropini dalam karya atau keluguannya dalam bertindak, sekalipun itu hal positif, masih saja mendapat kritikan kurang etis. Membangun mental anak muda hanyalah budaya orang luar. Lihatlah, istilah bullying menjadi makanan sehari-hari di media sosial. Padahal, teknologi informatka di cipta sebagai wadah bertukar informasi dan ilmu, yang pastinya positif. Lihatlah lagi, bagaimana semangatnya anak muda berkarya, justru dicela . Padahal, mutlak hukumnya, bagaimana semangat menjadi titik mula kemajuan alam pikiran.


Namun, terserah saja, saya yakin, banyak di luar sana yang masih semangat memluai harinya dengan opini dan karya. Dahulu, publikasi entri di blogger saya pun, saya mulai dengan tulisan bersemangat dan kebahagiaan. Akhirnya, saya berharap segala sesuatu juga berakhir dengan bahagia. Karena, “segala sesuatu yang dimulai dengan bahagia akan berakhir pula dengan kebahagiaan. Semoga!”